Mengenal PERSISPersatuan Islam
Persatuan Islam (disingkat Persis)[1] adalah sebuah organisasi Islam di Indonesia. Persis didirikan pada 12 September 1923 di Bandung oleh sekelompok Islam yang berminat dalam pendidikan dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus.
Tampilnya jami'iayyah Persis dalam pentas sejarah di Indonesia pada awal abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru dalam geakan pembaharuan Islam. Persis didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan aslinya yang dibawa oleh Rasulullah Saw dan memberikan pandangan berbeda dari pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil karena bercampur dengan budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak kritis, dan tidak mau menggali Islam lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab Hadits yang shahih. Lahirnya Persis diawali dengan terbentuknya suatu kelompok tadarusan/penelaahan agma Islam di kota Bandung yang dimpimpin oleh H. Zamzam[2] dan H. Muhammad Yunus,[3] dan kesadaran akan kehidupan berjamaah, berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar Islam, menumbuhkah semangat kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi dengan ciri dan karakteristik yang khas berdasarkan ajaran Al-Qur'andan Hadits. Organisasi Persatuan Islam telah tersebar di banyak provinsi antara lain Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Lampung, Bengkulu, Riau, Jambi, Gorontalo, dan masih banyak provinsi lain yang sedang dalam proses perintisan. Persis bukan organisasi keagamaan yang berorientasi politik namun lebih fokus terhadap Pendidikan Islam dan Dakwah dan berusaha menegakkan ajaran Islam secara utuh tanpa dicampuri khurafat, syirik, dan bid'ah yang telah banyak menyebar di kalangan awwam orang Islam.
Lahirnya Persis sebagai jawaban atas tantangan dari konisis umat Islam yang tenggelam dalam kejuudan (kemandegan berfikir), terperosok ke dalam kehiudpan mistisisme yang berlebihan, tumbuh suburnya khurafat, bid'ah takhayul, syirik, musyirk, rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat Islam terbelenggu oleh penjajah colonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya Islam. Situasi demikian kemudian mengilhami munculnya gerakn "reformasi" Islam, yang pada gilirannya, melalui kontak-kontak intelektual, memengarhui masyarkat Islam Indonesia untuk melakukan pemabaharuan Islam.
Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini secara resmi mendirikan organiasi yang diberi nama "Persatuan Islam" (Persis). Nama Persis ini diberikan dengan maksud untuk mengarhkan ruhul ijtihad dan jihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam. Berbeda dengan organisasi-organisasi lain yang berdiri pada awl abad ke-20, Persis mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu kegiatannya dititikberatkan pada pembentukan paham keagamaan. Sesangkan kelompok-kelompok yang aa seperti misalnya Budi Utomo yagn didirikan pada tahun 1908 hanya bergerak dalam bidang pendidikan bagi orang-orang pribumi, Syarekat Islam yang didirikan pada tahun 1912 bergerak dalam bidang perdagangan dan politik, dan Muhammadiyah yang didirikan pada tahuh 1912 ditujukan untuk kesejahteraan sosial masyarakat muslim dan kehiatan pendidikan keagamaan.
Falsafah ini didasarkan kepada firman Allah Swt. dalam QS. 103, "Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (undang-undang, aturan) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai." Serta hadits Nabi Saw., yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, "Kekuatan Allah itu bersama al-jama'ah."[4]
Tujuan dan Aktivitas Persis
Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada faham Al-Qur'an dan Sunnah.[5] Hal ini dilakukan berbagai macam aktivitas di antaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok sutid, tadarus, mendirikan sekolah-sekolah (pesantren), menerbitkan majalah-majalah dan kitab-kitab, seta berbagai aktivitas keagamaan lainnya. Tujuan utamanya adalah terlaksananya syariat Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.[6]
Untuk mencapai tujuan jam'iyyah, Persis melaksanakan berbagai kehiatan antara lain pendidikan yang dimulai dengan mendirikan Pesantren Persis pada tanggal 4 Maret 1936. Dari pesantren Persis ini kemudian berkembang berbagai lembaga pendidikan mulai dari Raudlatul Athfal (Taman kanak-kanak) hingga perguruan tinggi. Kemudian menerbitkan berbagai buku, kitab-kitab, dan majalah antra lain majalah Pembela Islam (1929), majalah AL-Fatwa (1931), majalah Al-Lisan (1935), majalah Al-Taqwa (1937), majalah berkala Al-Hikam (1939), majalah Aliran Islam (1048), majalah Risalah (1962), jalah berbahasa Sunda, serta berbagai majalah yang diterbitkan di cabang-cabang Persis. Selain pendidikan dan penerbitan, kegiatan rutin adalah menyelenggarakan pengajian dan diskusi yang banyak digelar di daerah-daerah, baik atas inisiatif Pimpinan Pusat Persis maupun permintaan dari cabang-cabang Persis, undangan-undangan dari organisasi Islam lainnya, serta masyarakat luas.[7]
Kepemimpinan
Kepemimpinan Persis periode pertama (1932-1942) berada di bahwa pimpinan H. Zamzam, H. Muhammad Yunus, Amad Hassan,[8] dan Muhammad Natsir[9] yang menalankan roda organisasi pada masa penjajahan kolonial Belanda, dan menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan ide-ide dan pemikirannya.
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), ketika semua organisasi Islam dibekukan, para pimpinan dan anggota Persisber bergerak sendi-sendi menentang usaha Niponisasi dan pemusyrikan ala Jepang. Hngga menjelang proklamasi kemerdekan pasca kemerdekaan. Persis mulai melakukan reorganisasi untuk menyususun kembali system organisasi yang telah dibekukan selama pendudukan Jepang. Melalui reorganisasi tahun 1941, kepemimpinan Persis dipegang oleh para ulama generasi kedua di antaranya KH. Muhammad Isa Anshari sebagai ketua umum Persis (1948-1960),[10] KH. E. Abdurrahman, Fakhruddin Al-Khahiri, KH.O. Qamaruddin Shaleh, dan lain-lain. Pada masa ini Persis dihadapkan pada pergolakan politik yang belum stabil; pemerintahan Republik Indonesia sepertinya mulai tergiring kea rah demokrasi terpimpin yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno dan mengarah pada pembentukan Negara dan masyarkat dengan ideologi Nasionalis, Agama dan Komunis (Nasakom).[11]
Setelah berakhirnya periode kepemimpinan KH. Muhammad Isa Anshary, kepemimpinan Persis dipegang oleh KH. E. Abdurrahman (1962-1982) yang dihadapkan pada berbagai persoalan internal dalam organisasi maupun persoalan eksternal dengan munculnya berbagai aliran keagamaan yagn lain sepeti aliran pembaharu Isa Bugis, Islam Jama'ah, Syia'ah, Ahmadiyah dan paham-paham lainnya.
Kempemimpinan KH. E. Abdurrahman dilanjtukan oleh KH. A. Latif Muchtar, MA. (1983-1997) dan KH. Shiddiq Amin (1997-2005) yang meruapkan proses regerasi dari tokoh-tokoh Persis kepada eskponen organisasi otonomi kepemudaannya (Pemuda Persis). Pada mas ini terdapat perbedaan yang cukup mendasar. Jika pada awal berdirinya Persis muncul dengan isu-isu controversial yang bersifat gebrakan shock theraphy, pada masa ini Persis cenderung kea rah low profile yang bersifat persuasive esucative dalam menyebarkan faham-faham Al-Qur'an dan Sunnah.
Persis Masa Kini
Pada masa kini (yang dimulai dari tahun 2007) adalah Persis yang menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat pada masanya yang lebih realitstis dan kritis. Gerak perjuangan Persis tidak terbatas pada persoalan-persoalan ibadah dalam arit sempit, tetapi meluas kepada persoalan-persoalan strategis yang dibuthkan oleh umat Islam terutama pda urusan muamalah dan peningkatan pengkajian pemikiran keislaman.
Di bawah kepemimpinan KH. Shiddiq Amin, anggota dan simpatisan Persis beserta otonomnya tercatat kurang lebih dari 3 (tiga) juta orang yang tersebar di 14 propinsi dengan 7 (tujuh) Pimpinan Wilayah, 33 Pimpinan Daerah, dan 258 Pimpinan Cabang. Bersama 5 (lima) organisasi otonom Persis, yakni Persatuan Islam Istri (Persistri), Pemuda Persis, Pemudi Persis, Himpunan Mahasiswa (HIMA) Persis, dan Hmpunan Mahasiswi (HIMI) Persis, aktivitas Persis telah melauas ke dalam aspek-aspek lain tidak hanya serangkaian pendidikan, penerbitan dan tabligh, akan tetapi telah meluas ke berbagai bidang garapan yang dibutuhkan oleh umat Islam melalui bidang pendidikan (pendidikan dasr/menengah hingga pendidikan tinggi), dakwah, bimbingan haji, perzakata, sosial ekonimi, perwakafan, dan perkembangan fisik yakini pembangunan-pembangunan masjid dengan dana bantuan kaum muslimindari dalam dan luar negeri, menyelenggarkan seminar-seminar, pelatihan-pelatihan, dan diskusi (halaqah) pengkajian Islam. Demikian pula fungsi Dewan Hisbah sebagai lembaga tertinggi dalam pengambilan keputusan hokum Islam di kalangan Persis serta Dewan Hisab dan Dewan Tafkir semakin ditingkatkan aktivitasnya dan semakin inteensif dalampenelaahan bebagai masalh hukum keagamaan, perhitungan hisab, dan kajian sosial semakin banyak dan beragam.[12]
Ajaran Teologi Persis
Pada mulanya gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh kelompok muslim 'modernis' di Indonesia timbula akibat pengaruh gerakan kebangkitan Islam yang dipelopori oleh Ibn Hanbal. Kemudian dikembangkan oleh Ibn Taimiyah dan dikukuhkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Pemikiran Perisi dalam hal ajaran teologi, pun mengitkuti pendapat tokoh-tokoh tersebut.[13] Sebagaimana yang lumrah diketahui menurut pendapt kelompok ini bahwa ajaran-ajaran Islam sepenuhnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan zaman. Para tokoh pembaharu itu mendorong umat Islam untuk melakukan penelaahan ulang serta menjelasksn kembali doktrin Islam dalam bahasa dan rumusan yang dapt diterima oleh pikiran-pikiran modern. Hal ini dikarenakan Islam merupakan satu-satunya agama yang meletakkan akal pada posisi yang sagnat dihormati dan menganurkan penerapan pnemuan-penemuan ilmiah. Demikian pula Al-Qur'an dan Sunnah merupakan satu-satunya rujukan yang mampu memberikan dasar doktrinal atau legitimasi seluruh tindakan kehidupan uamat manusia di dunia.[14]
Teologi yang diajarkan kaum Persis pada umumnya, meski tidak semuanya, meruapkan ajaran teolgi dair A. Hassan. Meminjam istilah Deliar Noer, ajran A. Hassan adalh ajran yang agresif, utritan dan ekstrem,[15] atau meminjam istilah Hooker, seorang professor di Australian National University, A. Hassan adalah seorang litralisme murni.[16] Dalam pandangan keyakinan, dan perjuangan Persis ajaran teolori Islam tidak mungkin dapat ditegakkan tanpa membasmi syirik, sunnah tidak mungkin dihiupkan tanpa memberantas bid'ah, dan ruhul intqad tidak mungkin dapat dihidupkan tanpa memberantas taqlid. Pandangan dan keyakinan Persis yang demikian ini elah membentuk watak dan moral perujuangan Persis sejak awal.[17]
Menurut keyakinan Persis melalui pendapt A. Hassan masalah yang paling pokok dari teologi Islam adalah masalh tauhid yang merupakan tiang agama Islam, dan yang besatu-padu dalam kalimat syahadat 'Lâ ilâha illâ Allâh' (tidak ada Tuhan selain Allah) dan yang membedakan Islam dari agama lain.[18] Dengan hal itu, tidak ada patung dan tidak ada berhala, tidak ada penyembahan terhadap orang-oragn tua dan nenek moyang, dan tidak ada pemimpin agama yang disucikan, dan sebagainya. Arti kalimat syahadat adalh dalam apa yang maujud ini tidak ada yang mempunyai kekuasaan yagn sebenarnya yang menggerakkan seluruh alam semesta beserta isinya kecuali Allah dan tidak ada dalam wujud ini makhluk yang berhak disembah dan dibesarkan kcuali Allah. Hal ini sebgaimana yang termaktub dalm QS. Ali Imran [3]: 64:
"Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
Jika demikian halnya, maka keadaan dunia Islam pada umumnya banyak mempraktekkan kegiatan-kegiatan yang menyimpang dari ajaran Al-Qur'an sepeti; para wali dan kuburannya yang banyak didatangi orang yang percaya bahwa mereka dapat membawa kemanfaatan dan kemudharatan, banyak orang yang mendatangi kuburan dan meendahkan diri untuknya dan menolak malapetaka adalh hal-hal yang bertentagnan dengan tuntunan Al-Qur'an. Hal itu semua menjauhkan uma Islam dari Alalh Yang Maha Esa dan sebaliknya meyekutukan Allah dengan makhluk-Nya telah mengotori jiwa dan merendahkannya, dan juah dari pemikiran tauhid dan dari usaha kea rah ketinggian ruhani.[19]
Masalh pokok lain yang menjadi perhatian peregerakan PErsis adalh yang berhubungan dengan tauhid bahwa hanya Allah sendirilah yang berhubungan dengan tauhid bahwa hanya Allah sendirilah yan menetapkan aqidah. Dia sendirilah yang menghalalkan dan mengharamkan, tidak ada kata-kata manusia bias yang menjadi dalil bagi agama, kecuali sabda Nabi Muhammad Saw. Perkataan selain Nabi Muhammad sama sekali bukan menjadi dalil agama. Pemimpin uma Islam adalh Kitab Suci Al-qur'an dan Sunnah, dan siapa saja yang mempunyai kesanggupan untuk berijtihad maka ia berhak untuk berijtihad. Bahkan sebenarnya ia wajib untuk melakukan ijtihad sesuai dengan kemampunannya dalam memahami nash-nash yang terkandung dalam Kitab Suci AL-Qur'an dan Sunnah Nabi. Mengunci pinti ijtihad merupakan malapetaka bagi umat Islam.[20]
Penekanan di sini adalh pada kemurnian doktrin; kemurnialah yang menciptakan batasan antara Islam dan bukan Islam. Sesuatu yang tidak dinyatakan dalam Al-Qur'an sudah berada di luar batas itu, yaitu bid'ah. Singktnya, tidak ada dotrin yang paling benar selain Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, yakni menajalankan segala perintah dan menjauhi larangan mereka. Di luar itu, semuanya adalah bid'ah dan sesat.[21]
Sebenarnya apa yang diusung oleh pergerakan Persis itu bukanlah meruopakan hal yang baru. Hal itu bias ditilik dari pendapt cendekiawan abad ke-7 Hijriyah, yaitu Ibnu Taimiyah. Dan bisa pula ditelisik pada mas sebelum Ibnu Taymiyah, yaitu pendapat-pendapat teologi yagn dilontarkan oelh Ibnu Hanbal.
Seabagaimana Ibnu Hanbal dan Ibnu Taymiyah, Persis mengajak umat islam untuk melawan bid'ah dan mengajak beribadah dan memohon hanya kepada Alalh saja, tidak kepada syaikh-syakh, para wali, kuburan, juga tidak dengan perantaraan syafaat orang lain. Jika memang seorang muslim berziarah kekuburan maka hal itu haruslah semata-mata untuk kepetingannya mendekatkan diri kepada Alalh bahwa kita adalh makhluk-Nya yagn yang uatu saat akan diminta pertanggungjawaban terhadap apa yang dilakukan di dunia, bukan untuk menjadikannya perantara dan mengharapkan pertolognan. Hal itu adalah penghancuran teologi yang di bawa Islam. Tindakan itu jgua dianggap sebgai perbauan syirik.
Pergerakan Persis kurang menaruh perhatian pada pembentukan kebudayaan baru dan kurang mengarhkan pembaharuannya untuk kehidupan materi, sebagaimana yagn dilakukan oleh pembaharu yagn sekurun zaman dengannya, yaitu Muhammadiyah dan Al-Irsyad. Tetapi Persis mengarahkan pembaharuan teologinya kepad pembaharuan akidah dan ruh. Menurut Persis, akidah dan ruh adalah hal yang paling pokok dalam teologisebab apabila hal tersebut biak, maka semua hal akan baik dan apbila teologi rusak maka rusaklah segala hal.
Terhadap parkara ghaib (tidak kasat mata), Persis melalui A. Hassan menjelaskan bahwa hal itu terbagi ke dalam dua macam. Pertama, Ghaib Idhai, yakni hal-yal aatau kejadian-kejadian yang tidak didapati oelh kebanyak orang, tetapi bisa dicapai oleh tiap-tiap manusia yang mengerti jalan dan aturannya. Kedua, Ghaib Haqiqi dalah hal-hal atu kejadian-kejadian yang tidak dapat diketahui oleh satu makhluk pun, selain hanya Allah. Para malaikat ataupun Rasul-rasul tidak bisa dan tidak akan mengetahui perkara ghabi kalau tidk diberi tahu oleh Allah. Karena semua hakikat itu tersimpan pada Allah dan tidak terdapat pada alam.[22]
Manusia
Siakap Persis melaui Ahmad Hassan[23] dalam hal ini sagan jelas, bahwa manusia merupakan makhluk yang istimewa, "Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."[24] Tuhan memberikan manusia hakikatnya[25] dan memasukkan keajiban menakui kebenran wahyu.[26] Manusia adalah khalifah di muka bumi.
Sebuah fatwa Persis dari Ahmad Hassan menjelaskan bahwa Adam adalah khalifah/manusia pertama yang diciptakan oleh Alalh setelah makhluk lain. Dengan pernyataan. Dengan pernyaan A. Hassan sebagai berikut:
Dengan tegas serta beberapa alas an Darwin menetapkan bahwa semua benda yang ada di ala mini, asalnya satu. Beribu-ribu tahun sesudah itu dengan berangsur-angsur dan dengan beberapa sebab serta keadaan dari luar, maka terjadilah tumbuh-tumbuhan, logam, binatang, dan lain-lainnya. Binatng-binatang semua asalnya hidup berumpul menjadi satu dan di satu ttempat. Lantra itu, terpaksa binatang itu tercerai-berai, mencari temapt sendiri-sendiri. Lantaran kepindahan ini, mereka merasakan pula bermacam-macam udara dan keadaan, sehingga terjadi beberapa macam binatang dengan berbagai kelakuan dan rupa. Ada yang jadi singa, harimau, kambing, lembu, burung dan lain-lain. Juga binatang yang bisa dinamakan kera timbul dari situ. Maka dengan kemajuan yang beturut-turut (evolusi) dari kera, terjadilah satu binatang yang paling sempurna dan sopan, yaitu manusia. Alhhasil, manusia bersal dari kera. Dengan memperhatikan pendapat Darwin, nyata bahwa Nabi Adamtidak diciptakn oleh Allah dengan begitu saja, yakni sekali jadi, tetapi Nabi Adam itu tercipta dari bakal-bakal yagn sudah ada di dunia. Oleh karena itu, bukanlah ia manusia yang pertama sekali, hanya ia satu kejadian yang baru. Jadi sebelum Nabi Adam, ada lagi makhluk yang lain.[27]
Dalam pandangan A. hasan manusia bukanlah berasal dari kera hal ini sebgaimana yang telah dijelaskan oleh QS. Al-Sajdah [31]: 7-8 yang menyatakan bahw manusia berasal dari tanah liat. Karena manusia bersaldari tnah liat maka dengan begitu[28] sudah jelas bahwa ia menganut prinsip creation exnihillo (penciptaan berasal dari sesuatu).
Persis memberikan perhatian besr keapda nasib anak-anak orang non-muslim setelah meninggal, apakah mereka akan masuk surga dan bolehkah mereka dikuburkan di temapt pekuburan kaum muslim? Jawban bagi pertanyaan ini adalh ya. Lasannya setiap anak lahir dalm keadan fitrah (yakni muslim) dan kedua orang tuanyalah yang menjadiaknnya Yahudi dan Nasrani, atu Majusi. Hal ini terjadi ketika meeka telah menjad idewasa. Dengan demikian, anak oang kafir yagn dipelihara oelh orang muslim adalah anak muslim.[29]
Dan Persis menemaptkan jama'ah umat Isalm sebagai basis etmapt berpijak, berdasarkan kepada pemikrian; membina dari bawah, susunan ang membulat ke pusat, pusat yang menyususn ke bawah.[30]
Menurut Persis melalu Isa Anshary bahwa pengertian jama'ah adalah ikatan atau barisan, kumpulan atau perserikatan. Menuru istilah, kata jama'ah mengnadung pengertian yang lebih jelas lagi yaitu Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah. Ahl al-Suna wa al-Jama'ah adalh pemegang dan pembela yang hak/benar, penegak dan pembela sunnah, anti bid'ah dan memberantas bid'ah. Ahli bid'ah tidak berhak menemakan dirinya Ahl al-Sunnah wal al-Jama'ah, akan tetapi lebih tepat dikatakan ahli Bid'ah wa al-Furkah.[31]
Menjadi seorang muslim berarti menjadi juru dakwah, mubaligh, missionaris Islam, dan penyamapi rsalah Rasulullah Saw. kapan dan di mana saja dalam segala bidang, ruang dan waktu. Sabda Rasulullah Saw., "Sampaikan ajaran dariku walau satu ayat," menjadi landasan dan spirit perjuangan bagi Persis. Kepada seluruh anggotanya, Persis menyerukan untk menjadi juru dakwah, mubaligh dalam arti yagn seluar-luarnya dengan tidak lup pada landasan dasar Al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Hal tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa kedudukan yang diberikan Islam pada pemeluknya ialah untuk menjadi juru dakwah dan mubaligh; mengingatkan sesuatu yang berarti dan berisi bagi seluruh umat manusia, bahwa agama dan keyakinan ini tidak akan tegak dan berkembang merata jika para pemeluknya pasif dan statis, tidak mampu menyampaikan ajaran seruan kepada seluruh manusia di dunia.[32]
Di samping itu, Persis juga mendorong pengikutnya untuk menjadi Ash-Habun dan Hawariyyun Islam. Persis juga berusaha untuk melakukan amar ma'ruh nahyi munkar yang tertuang dalam rencana jihad Paas 4 ayat 2 pon 2:
"Melakukan amar ma'ruf nahyi munkar dalam segala ruang dan waktu, membela dan menyelamatkan umat Islam dari gangguan lawan-lawan Islam dengan cara hak dan ma'ruf yang seusuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah.[33]
[1] Persis lahir dari sebuah gang kecil (jalan kecil) bernama GangPakgaade. Di gang ini banyak brkumpul kaum saudagar dan para pedagang yagn sering disebut denga urang 'urang pasar'. Meskipun sama kecilnya sebagaimana gang biasa, namun pada gang inilah sejarah mencatat beridinya suatu organisasi pembaharuan Islam yang bersemboyan kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah serta membersihkan islamdari khurafatdan bid'ah. Lihat Dadan Wildan, Sejarah Perjuagnan Persis 1923-1983. (Bandung: PP. Pemuda Persis & Gema Syahida, 1995), hal. 27.
[2] H. Zamzam adalah seoran pedagang dari Palembang ang menetap di Bandung. Di samping itu beliau adalah seorang santri dari Lembaga Pendidikan Dar al-Ulum Mekkah dan seorang pengajar di Sekolah Darul Muta'allimin Bandung. Beliau masih mempunyai hubungan dengan Syaikh Ahmad Surkaty dair Al-Irsyad Jakarta. Mengenai sejarah hidup H. Zamzami baca: Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakara: LP3ES, 1985), hal. 96 Selnjutnya dibaca: Deliar Noer
[3] H. M. Yunus adalah juga seorang pedagang yang berasal dari Palembang masih kerabat Zamzami. Beliau memperoleh pendidikan agama secara tradisional namun padnai berbahasa Arab dan tidak pernah mengajar. Deliar Noer, hal. 96
[4] Firman dan hadis Nabi tersebut kemudian dijadikan motto resmi gerakan Persis dan tertera di dalam lambing Persis dalam lingkungan bintang bersudut dua belas. Untuk mengethaui lebih jelas tentang lambing dan arti filosofisnya lihat PP. Persis, Tafsir Qanun Asasi dan Qanun Dakhili Persatuan Islam, (Bandung: PP. Persis, tt.)
[5] Tujuan dan cita-cita PErsis sebagaimana yang tertuang dalam Qanun Asasi (Angaran Dasar) Persis Bab II Pasal I adalah sebagai berikut: 1) Mengmbalikan kaum muslimin kepada pimpinan Al-Qur'an dan Sunnah, 2) Menghidupkan ruhul jihad dan ijtihad dalam kalangan umat Islam 3) Membasmi bid'ah dan khurafat, takhayul, taqlid, dan syirik daslam kalanan umat Islam, 4) Memperluas tersiarnya tabligh dan dakwah Islamiyah kepada segenap lapiasn masyarakat, 5) Menadakan, memelihara, dan memakmurkan masjid, surau dan langgar serta tempat ibadah lainnya untuk memimpin peribadatan uamt Islam menurut Sunnah Nabi yang sebenarnya menuju kehidupan takwa, 6) Mendirikan pesantren-pesantren atau madrasah untuk mendidika putra-putra Islam denan dasar Al-Qur'an dan SUnnah, 7) Menerbitkan kitab, buku, majalah, dan siaran-siaran lainnya guna mempertingi kecerdasan kaum muslimin dalam segala lapangan ilmu pengetahuan 8) Mengadakan dan memelihara hubunan yang baik deng segala organisasi dangearkan Islam di Indonesiadan seluaruh dunia Isalm menuju terwujudnya persatuan alam Islami. Qanun Asasi dan Persatuan Islam 1957, (Bandung: Sekretaiat PP. Persis, 1957), hal. 4-5.
[6] Persis memiliki dua agenda utama perjuangna, yaitu: Pertama, secara aktif membersihkan Islam dari paham-paham yang tidak berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah terutama yang menyangkut akidah dan ibadah serta menyeru umat Islam untuk berjuang atas dassr Al-Qur'an dan Sunnah. Kedua, secara aktif menentang dan melawan setiap gerakan/aliran anti Isalm yang hendak menghancurkan Islam. Isa Anshary, Manifes Perjuangan Persatuan Islam, (Bandung: Sekretrriat PP. Persis, 1958), ha. 6
[7] Penerbitan-penerbitan itulah yang memperluas daerah penyebaran pemikrian ajaran Persis. Bahkanhaisl penerbitannya banyak dijadikan referensi oleh guru-guru dan propagandis organisasi lain, seperti Muhammadiyah dan Al-Irsyad. Dadan Wiladan, hal. 37
[8] Nama sebenarnya adalah Hassan bin Ahmad. Tetapi berasarkan kebiasaan penuslian nama di Negara Singapura, yitu penuslian nama Ayah itu diletakkan di depan nama anak, maka nama Hassan bin Ahmad dikenal dengan panggilan Ahmad Hassan. Ahmad Hasan dilahirkan di Singapura tahun 1887. Ia berasl dai kelaurga Indonesiadan India. Ayahnya bernama Isalm Ahmad, bernama India sebagai Sinna Vappu Maricar, ulama penulis dan ahli kesustraan Tamil ibundanya bernama Muznah yang berasal dari Pelakat Madras India, tetapi kelahrian Surabaya. A. Hassan menjadi ujung tombak Pwersis dan menjadi sosok pemimpin yang kharismatis bagi kaum Persis. Beigut kuat pengaruh dan wibawnya dalam organisai sehingga pada masa-masa berikutnya bias dikatakan pendirian Persis identitik dengn pendiran A. Hassan. Mengenai biografi dan sejarah A. Hassan sampai ke negera Indonesia dan menteap di Bandung, baca Syariq A. Mughni, Hassan Bandung Pemikir Islam Radikal, (Surabaya: Bina Ilmu, 1980), ha 12 dan Dadan Wildan , hal. 31-36.
[9] Mohammad Natsir adalah murid dari A. Hassan. Ia dilahirkan di Alahan Panjang Sumatera Barat pda 17 Juli 1908 anak dari seorang pegawai pemerintah di sana. Natsir pergi ke Bandung untuk bersekolah di AMS (Algemene Middlebare School/SMU). Liaht Majalah Risalah, No. 3 Th. XXVIII, Mei 1990, hal. 12.
[10] Isa Anshary lahir di Maninjau Sumatera Tengah pada tanggal 1 Juli 1916. Pada usia 16 tahun ia merantau ke Bandung untuk mengikuti berbagai macam kursus ilmu pengetahuan umum. Di Bandung ia memperluas pengetahuan ajran agama Islam dalam Jam'iyyah Persis.
[11] Untuk lebih mengetahui detail dari perjuangan pergerakan Persis dalm kurun periode tersebut baca karya Dadan Wildan, Sejarah Perjuangan Persis, hal. 41-90
[13] Mengenal pengaruh dari ajaran-ajran tokoh-tokoh kaum Wahhabi terhadap pergerakan PErsis penulis merujuk pada Dadan Wildan, Sejarah Perjuangan Persis, hal. 32-45
[14] Mengenai mainstream pemikiran kaum modernis secara detail, lihar Mukti Ali, Alam Pemikiran Islam Modern di Timur Tengah, (Jakarta: Djmbatan, 1995)
[16] MB. Hooker, Islam Madzhab Indonesia; Fatwa-fatwa dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Terjau, 2002), hal. 78
[29] Lihat uraian mengenai hal ini dalam makalah yang disampaikan oleh Isa Anshary dlam Muktamar Persis VII di Bangil, Jawa Timur pada tanggal 5 Agustus 1960 dengan tema 'Ke Depan dengan Wajah Baru', (Prasaranan pada Muktamar VII di Bangil).
[30] Qanudn Asasi Persis Bab 1 Pasal 1 ayat 2, lihat juga Isa Ansyary, Manifes Perjuangan Persatuan Islam, (Bandung: Sekretariat PP. Persis, 1958), hal. 28-35
[31] Fachry Ali, Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam Rekonstruksi Pemikiran Persatuan Islam, (Bandung: Sekretraraiat PP. Persis, 1958), hal. 125.
[32] PP. Persis, Tafsir Qanun dan Dakhil Persis, (Bandung: Sekretariat PP. Persis, 1984), hal. 30-32.
assalaamu 'alaikum , tulisan bagus lumayan lengkap , kalo bisa di tulis mengenai masa kepemimpinan KH. Abdul Latief Muchtar (1983-1997) , terima kasih .
BalasHapus